Popular Posts

Latest Posts

Rabu, 29 Juni 2016

K.H. Baha'uddin (Gus Bahak)

Tidak ada komentar:
K.H. Baha'uddin (Gus Bahak)

Sewaktu menyantri di daerah Sarang, saya jadi tidak asing lagi mendengar nama Gus Bahak, orang alim yang sering dibicarakan teman-teman saya itu baru hanya bisa saya kenal lebih dekat lewat ceramah-ceramah beliau yang banyak di dokumentasikan lewat bentuk audio MP3, gaya bicaranya yang khas, ceplas ceplos tapi ilmiah, maksud saya sangat ilmiah. Membuat saya dan mungkin seluruh pendengar merasa ingin terus mendengarkan dengan seksama. Bahasa hiperbolanya “ bagaimana bisa ada orang se-alim itu “. Atau seperti pujian Prof. Dr. Quraisy Syihab “sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Quran hingga detail-detail Fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat al Qur'an seperti pak Baha'...".
Ulama karismatik yang enggan disorot media ini berasal dari Narukan, sebuah desa yang berada di kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Meskipun enggan dipublikasikan, ke-Aliman beliau  tetap membuat beliau banyak dikenal Masyarakat, bahkan di kalangan intelektual.
Semenjak kecil beliau mendapat didikan langsung dari ayahnya, KH. Nur Salim. terutama dalam membaca Al-Quran, KH. Nur Salim ini ternyata adalah murid KH. Arwani Kudus. Tak heran jika ayah beliau sangat ketat dalam tajwid Al-Quran, Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid mbah Arwani mengetrapkan ketetatan dalam tajwid dan makhorijul huruf. Gus Bahak ini sudah menghatamkan Al-Quran bahkan sejak umur beliau masih sangat belia. Disertai dengan bacaan tajwid yang ketat
Dalam masa selanjutnya, KH. Nur Salim menitipkan beliau ke pondok pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang yang diasuh oleh KH. Maimoen Zubair. Siapa sangka minat belajar beliau di pesantren ini sangat besar, dan dengan antusiasme yang tinggi ini beliau menguasai banyak fan ilmu. Sampai-sampai ketika akan ikut kegiatan musyawarah di pesantren tersebut, beliau serta merta ditolak oleh teman-temannya, karena dianggap sudah tidak berada di level mereka, bahkan jauh.
Shohih Bukhori pun beliau khatamkan di sini, lengkap dengan sanad dan matannya. Sebuah prestasi yang sulit ditandingi oleh santri lain. Selain hafalan-hafalan wajib beliau juga menghatamkan Fathul Muin, hal ini menjadikan beliau seorang santri dengan hafalan terbanyak di era beliau.
Prestasi ini membuat beliau menjadi seorang santri yang sangat disayangi oleh KH. Maimoen Zubair, dalam berbagai keperluan Gus Bahak juga sering diberi kesempatan oleh Mbah Mun untuk menemani beliau, baik dalam masalah ringan seperti berbincang-bincang santai sampai urusan mencari dalil hukum, Gus Bahak memang ahlinya dalam masalah ini, bahkan sangat cepat dalam mencari ta’bir suatu permasalahan.. Mbah Mun pun kerap mamuji Gus Bahak “ Iyo Ha’, koe pancen ‘alim “.
Selain itu Mbah Mun juga kerap menjadikan Gus Bahak sebagai contoh santri teladan, Gus Bahak merupakan santri ideal yang kerap dipuji Pengasuh pondok pesantren Al-Anwar ini “ Santri Tenan iku yo koyo Bahak iku “ terang Mbah Mun kepada santri-santri lain di sela-sela Mauidzohnya.
Pada suatu kesempatan KH. Nur Salim, ayah Gus Bahak sempat menawari beliau untuk melanjutkan studi ke Yaman, namun beliau lebih memilih menetap di Sarang, dan berkhidmat di Madrasah Ghozaliyah Syafiiyah. Dan juga mengajar di pesantren beliau sendiri LP3IA.
Gus Bahak memang hanya mengenyam pendidikan di dua pesantren berbeda, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan di Pondoknya KH. Maimoen Zubair, Al-Anwar Sarang. Meski begitu, kedalaman ilmu beliau sungguh sangat luas.
Setelah bertahun-tahun menyantri akhirnya beliau dipilihkan seorang calon istri oleh paman beliau, ia adalah putri dari salah seorang pengasuh pesantren di Sidogiri, atau dalam budaya pesantren biasa di panggil Neng.
Kesederhanaan hidup yang diajarkan ayah beliau sudah sangat melekat dalam keseharian beliau, sehingga seusai lamaran pun beliau langsung mengutarakan kepada mertuanya bahwa kehidupan glamour bukanlah model kehidupan beliau, melainkan kesederhanaan hidup. Dan kembali beliau mayakinkan mertuanya, untuk berfikir ulang tentang menjadikan Gus Bahak sebagai menantu, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Hal ini juga terbukti kemudian hari kala beliau hendak melangsungkan akad nikah di kediaman mertua beliau. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menaikibis regular kelas ekonomi, dari Pandangan, Sarang sampai ke tempat akad nikah, yakni Pasuruan. Namun entah disangka mertuanya justru menimpali “ Klop “, yang menandakan bahwa apa yang ia fikirkan searah dengan apa yang diutarakan calon mantunya itu.
Gaya hidup sederhana ini memang telah diajarkan oleh ayah beliau, KH Nur Salim. Memang sudah menjadi tradisi dalam silsilah keluarga beliau unutk hidup dalam kesederhanaan, bahkan ayah beliau sempat berwasiat agar beliau jangan sampai berkeinginan untuk menjadi manusia mulya dari pandangan makhluk, hal ini bukan lantaran kelauarga beliau adalah keluarga yang kurang mampu atau tidak berkecukupan, bahkan kakek beliau merupakan juragan tanah, bisa dibayangkan pada zaman itu, bagaimana juragan tanah menjadi orang terhormat dan kaya daripada kalangan lain. Menurut beliau, kesederhanaan ini juga merupakan karakter keluarga Quran yang telah dipegang erat sejak zaman leluhurnya.
Semenjak tahun 2003 beliau mulai menetap di daerah Jogja, dan disana beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecil beliau, memulai hidup baru dengan lebih mandiri, dan tetap sederhana.
Namun kepindahan beliau ke Jogja membuat para santri-santri beliau seakan kehilangan induknya, sehingga sebagian dari mereka memilih untuk menyusul beliau ke Jogja dan kemudian menyewa rumah yang letaknya tidak jauh dari kediaman beliau. Hal ini mereka lakukan lantaran masih sangat ingin menimba ilmu dan ngaji kepada Gus Bahak.
Kealiman beliau membuat beliau dikenal masyarakat sekitar dan lama-kelamaan banyak pula masyarakat yang juga ikut ngaji. Sampai pada tahun 2005, sebuah ujian datang. Ayah beliau KH Nur Salim jatuh sakit, semenjak saat itu beliau pulang, diikuti pula oleh ke empat saudaranya,  beberapa bulan kemudian ayah beliau meninggal dunia.
Karena diberi amanah untuk meneruskan estafet kepengasuhan di LP3IA, maka Gus Bahak tidak bisa kembali menetap di Jogja agar dapat memenuhi amanah yang diembankan oleh ayahnya ini. Hingga akhrinya beliau hanya sempat mengajar kembali di sana namun hanya satu bulan sekali.
Selain aktif mengajar, Gus Bahak Juga mengabdikan diri di Lembaga Tafsir Al-Quran Universitas Islam Indinesia ( UII ) Yogyakarta. Dalam tim pengkaji Al-Quran ini beliau menjadi ketua Tim Lajnah Mushaf UII bersama para tim lain yang kebanyakan adalah kalangan akademis, baik para Doktor, Profesor dan para akademisi lain seperti Prof.Dr.Quraisy Syihab, Prof.Zaini Dahlan, Prof.Shohib, dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yg lain.
Pernah pada suatu ketika beliau hendak diberi gelar Doktor Honoris Causa dari Uii, namun beliau tidak berkenan. Dan hal ini tetap menjadikan beliau satu-satunya anggota dewan tafsir yang berlatar belakang pesantren murni, tanpa pendidikan formal dan tanpa gelar akademis.
Hingga sekarang beliau juga aktif mengajar di berbagai lembaga pendidikan, salah satunya sekolah tinggi Al-Anwar, sebuah kampus yang didirikan oleh KH. Maimoen Zubair untuk emnampung santri akademis, dan menampung mahasiswa yang mampu membaca kitab.
Jadi inilaha Gus Bahak, sosok ulama dengan kesederhanaan. Ahli fiqh, ahli tafsir, ahli hadits dan ahli dalam fan-fan lain.
Continue Reading...

K.H. Baha'uddin (Gus Bahak)

Tidak ada komentar:
K.H. Baha'uddin (Gus Bahak)

Sewaktu menyantri di daerah Sarang, saya jadi tidak asing lagi mendengar nama Gus Bahak, orang alim yang sering dibicarakan teman-teman saya itu baru hanya bisa saya kenal lebih dekat lewat ceramah-ceramah beliau yang banyak di dokumentasikan lewat bentuk audio MP3, gaya bicaranya yang khas, ceplas ceplos tapi ilmiah, maksud saya sangat ilmiah. Membuat saya dan mungkin seluruh pendengar merasa ingin terus mendengarkan dengan seksama. Bahasa hiperbolanya “ bagaimana bisa ada orang se-alim itu “. Atau seperti pujian Prof. Dr. Quraisy Syihab “sulit ditemukan orang yang sangat memahami dan hafal detail-detail Al-Quran hingga detail-detail Fiqh yang tersirat dalam ayat-ayat al Qur'an seperti pak Baha'...".
Ulama karismatik yang enggan disorot media ini berasal dari Narukan, sebuah desa yang berada di kecamatan Kragan, Rembang, Jawa Tengah. Meskipun enggan dipublikasikan, ke-Aliman beliau  tetap membuat beliau banyak dikenal Masyarakat, bahkan di kalangan intelektual.
Semenjak kecil beliau mendapat didikan langsung dari ayahnya, KH. Nur Salim. terutama dalam membaca Al-Quran, KH. Nur Salim ini ternyata adalah murid KH. Arwani Kudus. Tak heran jika ayah beliau sangat ketat dalam tajwid Al-Quran, Memang, karakteristik bacaan dari murid-murid mbah Arwani mengetrapkan ketetatan dalam tajwid dan makhorijul huruf. Gus Bahak ini sudah menghatamkan Al-Quran bahkan sejak umur beliau masih sangat belia. Disertai dengan bacaan tajwid yang ketat
Dalam masa selanjutnya, KH. Nur Salim menitipkan beliau ke pondok pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang yang diasuh oleh KH. Maimoen Zubair. Siapa sangka minat belajar beliau di pesantren ini sangat besar, dan dengan antusiasme yang tinggi ini beliau menguasai banyak fan ilmu. Sampai-sampai ketika akan ikut kegiatan musyawarah di pesantren tersebut, beliau serta merta ditolak oleh teman-temannya, karena dianggap sudah tidak berada di level mereka, bahkan jauh.
Shohih Bukhori pun beliau khatamkan di sini, lengkap dengan sanad dan matannya. Sebuah prestasi yang sulit ditandingi oleh santri lain. Selain hafalan-hafalan wajib beliau juga menghatamkan Fathul Muin, hal ini menjadikan beliau seorang santri dengan hafalan terbanyak di era beliau.
Prestasi ini membuat beliau menjadi seorang santri yang sangat disayangi oleh KH. Maimoen Zubair, dalam berbagai keperluan Gus Bahak juga sering diberi kesempatan oleh Mbah Mun untuk menemani beliau, baik dalam masalah ringan seperti berbincang-bincang santai sampai urusan mencari dalil hukum, Gus Bahak memang ahlinya dalam masalah ini, bahkan sangat cepat dalam mencari ta’bir suatu permasalahan.. Mbah Mun pun kerap mamuji Gus Bahak “ Iyo Ha’, koe pancen ‘alim “.
Selain itu Mbah Mun juga kerap menjadikan Gus Bahak sebagai contoh santri teladan, Gus Bahak merupakan santri ideal yang kerap dipuji Pengasuh pondok pesantren Al-Anwar ini “ Santri Tenan iku yo koyo Bahak iku “ terang Mbah Mun kepada santri-santri lain di sela-sela Mauidzohnya.
Pada suatu kesempatan KH. Nur Salim, ayah Gus Bahak sempat menawari beliau untuk melanjutkan studi ke Yaman, namun beliau lebih memilih menetap di Sarang, dan berkhidmat di Madrasah Ghozaliyah Syafiiyah. Dan juga mengajar di pesantren beliau sendiri LP3IA.
Gus Bahak memang hanya mengenyam pendidikan di dua pesantren berbeda, yakni pesantren ayahnya sendiri di desa Narukan dan di Pondoknya KH. Maimoen Zubair, Al-Anwar Sarang. Meski begitu, kedalaman ilmu beliau sungguh sangat luas.
Setelah bertahun-tahun menyantri akhirnya beliau dipilihkan seorang calon istri oleh paman beliau, ia adalah putri dari salah seorang pengasuh pesantren di Sidogiri, atau dalam budaya pesantren biasa di panggil Neng.
Kesederhanaan hidup yang diajarkan ayah beliau sudah sangat melekat dalam keseharian beliau, sehingga seusai lamaran pun beliau langsung mengutarakan kepada mertuanya bahwa kehidupan glamour bukanlah model kehidupan beliau, melainkan kesederhanaan hidup. Dan kembali beliau mayakinkan mertuanya, untuk berfikir ulang tentang menjadikan Gus Bahak sebagai menantu, agar tidak ada penyesalan di kemudian hari. Hal ini juga terbukti kemudian hari kala beliau hendak melangsungkan akad nikah di kediaman mertua beliau. Beliau berangkat sendiri ke Pasuruan dengan menaikibis regular kelas ekonomi, dari Pandangan, Sarang sampai ke tempat akad nikah, yakni Pasuruan. Namun entah disangka mertuanya justru menimpali “ Klop “, yang menandakan bahwa apa yang ia fikirkan searah dengan apa yang diutarakan calon mantunya itu.
Gaya hidup sederhana ini memang telah diajarkan oleh ayah beliau, KH Nur Salim. Memang sudah menjadi tradisi dalam silsilah keluarga beliau unutk hidup dalam kesederhanaan, bahkan ayah beliau sempat berwasiat agar beliau jangan sampai berkeinginan untuk menjadi manusia mulya dari pandangan makhluk, hal ini bukan lantaran kelauarga beliau adalah keluarga yang kurang mampu atau tidak berkecukupan, bahkan kakek beliau merupakan juragan tanah, bisa dibayangkan pada zaman itu, bagaimana juragan tanah menjadi orang terhormat dan kaya daripada kalangan lain. Menurut beliau, kesederhanaan ini juga merupakan karakter keluarga Quran yang telah dipegang erat sejak zaman leluhurnya.
Semenjak tahun 2003 beliau mulai menetap di daerah Jogja, dan disana beliau menyewa rumah untuk ditempati keluarga kecil beliau, memulai hidup baru dengan lebih mandiri, dan tetap sederhana.
Namun kepindahan beliau ke Jogja membuat para santri-santri beliau seakan kehilangan induknya, sehingga sebagian dari mereka memilih untuk menyusul beliau ke Jogja dan kemudian menyewa rumah yang letaknya tidak jauh dari kediaman beliau. Hal ini mereka lakukan lantaran masih sangat ingin menimba ilmu dan ngaji kepada Gus Bahak.
Kealiman beliau membuat beliau dikenal masyarakat sekitar dan lama-kelamaan banyak pula masyarakat yang juga ikut ngaji. Sampai pada tahun 2005, sebuah ujian datang. Ayah beliau KH Nur Salim jatuh sakit, semenjak saat itu beliau pulang, diikuti pula oleh ke empat saudaranya,  beberapa bulan kemudian ayah beliau meninggal dunia.
Karena diberi amanah untuk meneruskan estafet kepengasuhan di LP3IA, maka Gus Bahak tidak bisa kembali menetap di Jogja agar dapat memenuhi amanah yang diembankan oleh ayahnya ini. Hingga akhrinya beliau hanya sempat mengajar kembali di sana namun hanya satu bulan sekali.
Selain aktif mengajar, Gus Bahak Juga mengabdikan diri di Lembaga Tafsir Al-Quran Universitas Islam Indinesia ( UII ) Yogyakarta. Dalam tim pengkaji Al-Quran ini beliau menjadi ketua Tim Lajnah Mushaf UII bersama para tim lain yang kebanyakan adalah kalangan akademis, baik para Doktor, Profesor dan para akademisi lain seperti Prof.Dr.Quraisy Syihab, Prof.Zaini Dahlan, Prof.Shohib, dan para anggota Dewan Tafsir Nasional yg lain.
Pernah pada suatu ketika beliau hendak diberi gelar Doktor Honoris Causa dari Uii, namun beliau tidak berkenan. Dan hal ini tetap menjadikan beliau satu-satunya anggota dewan tafsir yang berlatar belakang pesantren murni, tanpa pendidikan formal dan tanpa gelar akademis.
Hingga sekarang beliau juga aktif mengajar di berbagai lembaga pendidikan, salah satunya sekolah tinggi Al-Anwar, sebuah kampus yang didirikan oleh KH. Maimoen Zubair untuk emnampung santri akademis, dan menampung mahasiswa yang mampu membaca kitab.
Jadi inilaha Gus Bahak, sosok ulama dengan kesederhanaan. Ahli fiqh, ahli tafsir, ahli hadits dan ahli dalam fan-fan lain.
Continue Reading...

KH. Muhammad Wafi Maimoen

Tidak ada komentar:
KH. Muhammad Wafi Maimoen (Putra Ketujuh)

Gus Wafi -demikian dipanggil- adalah putra keempat dari pasangan KH Maimoen Zubair dan Nyai Hj. Masthi’ah. Beliau lahir pada tanggal 15 Maret 1977 M. di Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Beliau mengenyam bimbingan agama sejak kecil melalui sang ayah dan para guru di Madrasah Ghozaliyyah Syafi'iyyah. Wafi kecil tumbuh dengan dengan budi pekerti yang baik dan memiliki kepedulian keilmuan yang tinggi.

Setelah lulus dari Madrasah Ghozaliyyah Syafi'iyyah (MGS) -pada tahun 1998 M- beliau mengais ilmu di Universitas Al Fattah Al Islamiy Damaskus, sebuah Universitas terkemuka di Syiria. Di sana beliau mendapat "sentuhan tangan dingin" DR Sa’id Romdhon Al Buthiy, DR Wahbah Az Zuhailiy dan dosen-dosen senior di bidangnya. Selanjutnya -setelah menyelesaikan jenjang pendidikan 4 tahun di Syiria, beliau meneruskan studinya di Universitas Zamalik, kota tua Kairo, Mesir.

Beliau kembali ke Sarang pada tahun 2004 M dengan semangat yang membara dan ide-ide yang brilian, beliau ikut membantu meningkatkan mutu pendidikan di Sarang, khususnya Ma'had Al Anwar tercinta. Saat ini beliau mengajar di kelas Muhadhoroh dengan fann ilmu Tarikh.


Continue Reading...

KH. Abdur Rouf Maimoen

Tidak ada komentar:
KH. Abdur Rouf Maimoen

Beliau sering disapa dengan panggilan Gus Ro’uf. Beliau adalah putra ketiga pengasuh PP Al Anwar KH Maimoen Zubair dari istri kedua Nyai Hj Masthi’ah binti KH Idris. Beliau lahir di Sarang, Rembang pada 3 Desember 1974.
Setelah menyelesaikan studi di Madrasah Ghozaliyyah Syafi'iyyah beliau menimba ilmu di Pethuk, Kediri, Jawa Timur. Kemudian melanjutkan pendidikannya di ma'had Sayyid Muhamad Alawi Al Malikiy, tepatnya pada tahun 1996 M.
Dengan kegigihan dan keuletan beliau dalam belajar ilmu agama, beliau menjadi salah satu santri kepercayaan Sayyid Abbas Alawi Al Malikiy hingga akhirnya pada penghujung tahun 2006 M beliau memutuskan kembali ke tanah kelahiran. Hanya dalam hitungan hari sejak kepulangannya, beliau kembali ke tanah suci Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Bertepatan dengan hari itu pula beliau dinikahkan dengan putri KH. Imam Mahrus asal Lirboyo, Kediri, Jawa Timur.
Sepulang dari Makkah Al Mukarromah beliau ikut mengajar di kelas Muhadhoroh dan memegang fann Qowa’idul Fiqh
                                                                                        
Continue Reading...

Sabtu, 25 Juni 2016

Dr. K.H. Abdul Ghofur, MA.

1 komentar:
 Dr. K.H. Abdul Ghofur, MA.
Gus Ghofur Sapaan akrab Dr. K.H. Abdul Ghofur, MA.  Putra kelima Syaikhina KH. Maimoen Zubair dari istri kedua, Ibu Nyai HJ Masthi'ah. Semasa kecilnya beliau terkenal bandel. Tidak seperti saudara-saudaranya yang lain, Gus Ghofur kecil terhitung sering bermain seperti layaknya anak-anak di kampung nelayan. Namun, status beliau sebagai putra Ulama dan adanya penanaman sifat-sifat kesalehan dari kedua orang tuanya, membuat beliau berbeda dari anak kampung sebayanya.
Pendidikan dasar hingga menengah dituntaskannya di Madrasah Ghazaliyah Syafi'iyyah, Sarang, Rembang. ketika belajar di Ghozaliyah, beliau sudah dikenal cerdas dan kritis.  banyak prestasi yang beliau capai. Mulai Bintang Kelas, Rais kelas, dan beberapa jabatan prestisius di lingkungan pesantren Sarang, hampir tidak pernah luput dari genggamannya. Seperti jabatan sebagai ketua Demu MGS (Osis-nya MGS) dua priode berturut-turut beliau emban. Hal ini, tentu menjadi sejarah baru di MGS. Sebab, dalam catatan sejarah belum ada santri menjabat sebagai ketua Demu selama dua periode.
beliau menyelesaikan pendidikan di MGS tahun 1992. kemudian tahun 1993 beliau melanjutkan studinya di Al-Azhar University, Kairo. Hal tersebut merupakan suatu yang baru dalam tradisi pendidikan putra-putri Mbah Moen. Belum ada sebelumnya purta-putri Mbah Moen yang melanjutkan studi di dunia perkuliahan.
 Progam S1 Fakultas Usuhuludin jurusan Tafsir di Al-Azhar beliau selesaikan selama empat tahun. semua hasil ujian beliau selalu mendapatkan nilai Jayiid Jiddan, sebuah prestai langka di kalangan mahasiswa Indonesia di Kairo. Hal tersebut beliau pertahankan dalam ketika menjalani Program S2 di jurusan yang sama, selama dua tahun beliau selalu mendapat hasil akhir Jayyid Jiddan.
Keberhasilan itu tidak lepas dari ketekunan dan kesabaran beliau yang semakin meningkat  selama belajar di Kairo. Ketika di MGS Sarang, beliau memang sudah rajin dan rajinnya beliau ini hanya di ketahui oleh sahabat-sahabat akrabnya saja. Akan Tetapi, sejak di Kairo hal tersebut semakin meningkat beliau bisa dan biasa menghabiskan waktu berjam-jam untuk memelototi kitab. ketika ketekunan dan kesabaran itu dipadu dengan karunia Allah, kecerdasan, maka prestai akademik adalah sesuatu yang niscaya terjadi.
Tentang hal ini ada kawan yang bercerita, "Sing ngajari bahasa Inggris Gus Ghofur, ki, aku. Eh, pas ujian aku mung Jayyid Jiddan, Gus Ghofur malah mumtaz". Siapa yang tidak tahu kalau ketika pertama kali datang ke Kairo Gus Ghofur Awam bahasa Inggris. Namun ketekunan dan kesabarannya telah berhasil menjinakkan ujian bahasa Inggris di Al-Azhar.
Setelah melalui perjuangan yang melelahkan, pada 2002 gelar Master berhasil diraihnya. Dikatakan melelahkanm karena untuk mencapi gelar itu Gus Ghofur harus menulis tesis setebal 700 halaman dan harus mencantumkan banyak maraji'. Padahal tradisi menulis baru ia tekuni sejak tahun keempatnya di Kairo. Orang yang mengenal Ghofur kecil dan tidak mengikuti perkembangannya di Kairo pasti terheran-heran ketika googling "Abdul Ghofur Maimoen" di internet. Sebab hasil googling itu akan menampilkan berbagai tulisan beliau yang pernah dimuat di dunia maya. Ya, dari Abdul Ghofur yang gagap tulis menjadi Abdul Ghofur yang produktif menulis.
Gus Ghofur mengakhiri masa lajangnya pada tahun 2003. Gadis yang beruntung dipersuntingnya adalah Nadia, putri KH Jirijis bin Ali Ma'shum Karpyak Yogyakarta. Dari perkawinannya beliau telah dikaruniai seorang putra bernama Nabil, Afaf, dan Aida.
  Gelar Doktor Tafsir dari Univ Al-Azhar
Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Salah satu kader terbaik Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Mesir, Abdul Ghofur Maemun, kembali telah mengharumkan nama baik Indonesia dan menambah deretan peraih gelar Doktor di bidang ilmu tafsir. Ia lulus setelah dapat mempertahankan dari desertasinya yang berjudul Hasyiah Al-Syekh Zakaria Al-Anshary Ala Tafsir Al-Baidhawy, Min Awwal Surah Yusuf Ila Akhir Surah l-Sajdah dengan hasil yang mumtaz ma'a martabati syarafil ula (summa cumlaude) dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir. Yang menarik adalah prakata dan kutipan akhir sebelum pengukuhan gelar dari para guru besar dan tim penguji terhadap desertasi putra kiai kharismatik asal Sarang, Jawa Tengah, KH Maemun Zubair ini adalah "Syarah dan komentar yang ditulis Syeikh Abdul Ghofur ini lebih baik dari yang di tulis Syeikhul Islam, Syekh Zakaria al-Anshori". Sementara Rais Syuriyah PCNU Mesir Dr Fadlolan Musyaffa berkomentar "Ini sungguh luar biasa. Andai ada nilai di atas summa cumlaude, mungkin akan dianugerahkan pada sidang disertasi Gus Ghofur. Sayang, hasil itu sudah mentok paling atas," terangnya seusai acara. Desertasi setebal 1700 halaman dan terbagi menjadi 2 jilid ini disidangkan pada hari Sabtu (12/6) di Auditorium Abdul Halim Mahmud, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar. Sebagai tim pengujinya adalah Prof Dr Muhammad Hasan Sabatan, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Ushuluddin Kairo (penguji dari dalam), Prof Dr Ali Hasan Muhammad Sulaiman, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fakultas Dirasat Islamiyyah Banin Kairo (Penguji dari Luar) dan dua pembimbing Prof Dr Sayid Mursi Ibrahim Al-Bayumi, Guru Besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak.Ushuluddin Kairo dan Prof Dr Abdurrahman Muhammad Aly Uways, guru besar Tafsir dan Ulumul Qur`an Fak. Ushuluddin Kairo. Selain itu juga, sidang yang dimulai pukul 14.00 waktu setempat dihadiri sekitar seratusan lebih mahasiswa/i dan simpatisan baik warga Indonesia maupun Mesir


Continue Reading...